Ini pendapat dan observasi pribadi berdasarkan pengetahuan bahwa salah satu negara penghasil lulusan saintek terbanyak di dunia adalah India. Daftar selengkapnya:
Kembali ke pertanyaan, “Apa relevansi jumlah lulusan sarjana teknik dengan kemajuan suatu bangsa?”
Tidak ada
.. jumlah sarjana teknik yang banyak jika industri dalam negeri tidak bisa menyerap atau tidak ramah untuk sarjana teknik membangun industri dalam negeri (regulasi berbelit, kurangnya insentif pendanaan ataupun modal ventura untuk pembangunan industri dalam negeri, kekurangan akses untuk berkembang dan melakukan promosi bisnis, termasuk juga jika memang masyarakatnya tidak ramah dengan kewirausahaan dan inovasi – dalam kasus ini, di India ada sistem kasta yang tidak ramah terhadap kasta bawah yang punya potensi/ketrampilan besar) tidak akan ada relevansinya dengan kemajuan sebuah bangsa.
Jumlah sarjana teknik yang banyak ini jadinya mensuplai negara-negara raksasa ekonomi dunia yang memang butuh suplai tenaga kerja teknik yang banyak supaya terus berjaya ekonomi dan industrinya. Negara sendiri ya begitu-begitu saja, tapi kan keren di mata teman dan sanak keluarga, bisa bekerja di yu es atau yurop kalau bisa di perusahaan-perusahaan ngetop yang banyak anak muda sampai ngeces pengen masuk. Ini belum difaktorkan dengan kualitas lulusan sarjana teknik masing-masing negara yang bisa berbeda drastis walaupun sama-sama tingkat S1 bisa menjadi sebuah topik besar sendiri.
Ini daftar puncak klasemen negara dengan ukuran ekonomi terbesar, satu-satunya yang lumayan nyambung dengan jumlah sarjana teknik yang dihasilkan adalah Cina:
Daftar negara top eksportir[1]. Lagi, satu-satunya yang nyambung antara jumlah sarjana teknik dengan besaran produksi adalah Cina. Sisanya adalah negara-negara Eropa yang katanya kurang dari 200ribu lulusan saintek per tahun
Untuk kasus Cina, Cina punya sejarah proteksionisme terhadap produk dan produksi dalam negerinya dan bersikeras membangun total industrinya yang sempat tertinggal akibat perang saudara dan cultural revolution. Kebijakan ini sedikit banyak memungkinkan lulusan-lulusannya akhirnya terserap industri lokal dan punya relevansi dengan pembangunan negara.
Skilled migration itu hal lumrah terjadi di dunia untuk mengisi kebutuhan ekonomi negara-negara yang punya industri tinggi dan butuh pasokan pekerja terlatih. Brain drain[2] juga adalah kenyataan, jangan apa-apa yang bekerja di luar negeri itu dianggap ‘membawa nama baik bangsa di kancah global’ padahal negara sendiri kebutuhannya keteteran[3].
Investasi pendidikan tinggi untuk mencetak tenaga ahli seharusnya bisa ditarik ke kemajuan bangsa dengan angka-angka konkret dan dilepaskan dari nilai-nilai kebanggaan semu (kalau tidak, diskusinya akan terus-terusan di topik tidak substansial seperti: “halah paling julid” atau “duh pengen banget kayak negara xyz”).
Edit:
Hitungan kasar berdasarkan lulusan saintek dibandingkan dengan populasi, GDP dan GDP per capita (PPP). Yang paling apes dan menunjukkan jumlah lulusan saintek tidak ada hubungannya dengan kemakmuran negara sebenarnya di sini adalah Iran, PPP tergolong rendah (walaupun masih di atas Indonesia) walaupun lulusan saintek per populasinya yang tertinggi di daftar. Anomali di sini adalah US, yang menurut saya pertumbuhan ekonominya bisa dijelaskan dengan skilled migration (atau mungkin malah lulusan saintek ini overrated pengaruhnya?)
Edit lagi:
Komparasinya dengan indeks GINI[4] dan HDI (human development index)[5]. Secara kasar, PPP sebanding dengan HDI.
Catatan Kaki[1] Top exporting countries worldwide 2017 | Statista[2] Human capital flight – Wikipedia[3] Indonesia Minim Tenaga Ahli – Katadata.co.id[4] GINI index (World Bank estimate)[5] 2019 Human Development Index Ranking