Salar de Uyuni, indah sekali. Bulan November 2019 Morales dikudeta oleh kelompok “ultra kanan”. Ada kesamaan antara kudeta di Bolivia dan “proyek penggulingan rezim” di Suriah. Pertama, aksi bersenjata penggulingan Assad dimulai beberapa saat setelah Iran-Suriah sepakat (Juli 2011) membangun jalur pipa gas Iran-Irak-Suriah-Eropa (tentu saja direstui Rusia; dan China hampir pasti ikut dapat proyek). Morales juga dikudeta setelah menolak perusahaan Barat (tapi menerima Rusia-China) untuk penambangan lithium. Dalam tulisan seorang doktor ilmu politik dari Kanada, CJ Atkins [1] disebutkan bahwa Lithium adalah bahan utama untuk baterai yang memicu revolusi mobil dan smartphone dunia. Analis pasar berspekulasi bahwa pada pertengahan 2020-an, lithium akan jadi barang mahal karena tingginya permintaan “emas abad ke-21” ini.
Diperkirakan, 25 -45% cadangan lithium yang ada bumi ini berada di padang garam “Salar de Uyuni” yang terletak di Andes, Bolivia. Pemerintah Evo Morales telah berupaya menciptakan industri lithium yang dimiliki publik demi melepaskan warganya dari jeratan kemiskinan. Upaya perusahaan tambang multinasional dari AS, Kanada, Korea Selatan, dan lainnya untuk menguasai lithium itu sejauh ini gagal. Sebuah usaha patungan dengan perusahaan Jerman dibatalkan oleh pemerintah Bolivia tepat sebelum ia Morales dikudeta, karena ia merasa keuntungan yang akan diberikan kepada penduduk asli yang tinggal di dekat Salar de Uyuni tidak cukup. Perusahaan China dan Rusia termasuk di antara sedikit perusahaan yang telah menandatangani kesepakatan. Kesamaan kedua: kudeta di kedua negara (Suriah dan Bolivia) sama-sama dilakukan oleh kelompok radikal/fundamentalis yang merupakan proxy. Apa itu proxy? Istilah lainnya “kaki tangan”. Mereka dibiayai, dilatih, didukung melalui propaganda media, dll, oleh AS, untuk menggulingkan rezim-rezim yang tidak sejalan dengan kepentingan AS. Tapi pelakunya tetap saja orang lokal.
Biasanya kalau jika bilang: “di belakang ISIS/Al Qaida ada AS” yang ngamuk ada 2: pembela AS dan pendukung ISIS. Pembela AS biasanya akan mengolok-olok “kamu pakai teori konspirasi!”. Padahal, anggota parlemen AS (Tulsi Gabbard) sendiri sudah blak-blakan berpidato di depan parlemen AS, mengecam pemerintahnya yang selama bertahun-tahun mendanai ISIS dan Al Qaida. Kalian mau lebih Amerika dari anggota parlemen Amerika? Sementara para pendukung ISIS/Al Qaida jelas tidak mau terima kalau dibilang antek AS, karena karena merasa sedang berjihad. Padahal, yang namanya proxy, tentu ada 2 level, yaitu elit (penerima dana) dan pelaku (mereka yang berdarah-darah di lapangan). Si pelaku mungkin merasa jihad lillahi ta’ala dan tidak terima duitnya (dan simpatisannya di Indonesia merogoh kocek untuk menyumbang). Makanya, supaya tidak dibodoh-bodohi melulu oleh “industri radikalisme”, kita perlu paham geopolitik. Nah di Bolivia, ternyata, proxy AS adalah kelompok yang diberi istilah “ultra kanan” atau “sayap kanan”. Maksudnya adalah kelompok penganut Kristen yang radikal/fundamentalis/tekstualis. Mereka ini merasa hanya Kristen [versi mereka] yang berhak berkuasa di Bolivia. Mereka benci sekali pada suku Indian yang menurut mereka “melakukan ritual setan”.
Mirip sekali kan dengan perilaku Wahabi/takfiri di Indonesia? Bencinya setengah mati pada orang-orang yang menurut mereka “sesat” dan “pelaku bid’ah”. Dengan alasan bahwa “rezim Assad kafir” maka mereka angkat senjata berupaya menggulingkan Assad. Di Indonesia, narasi mereka adalah “rezim thoghut” dan “rezim pendukung penista agama”. Pemimpin kudeta “sayap kanan” Bolivia adalah Luis Fernando Camacho, seorang miliarder Kristen fundamentalis, yang punya ikatan mendalam dengan kelompok paramiliter ultra-kanan, Santa Cruz Youth Union (UJC). UJC punya rekam jejak kekerasan rasisme dan bahkan terlibat dalam upaya pembunuhan kepada Evo Morales. Ketika Morales menyatakan diri mundur untuk menghentikan kekerasan yang terjadi pada kaum pribumi (Indian), Camacho menyerbu istana presiden dan menyatakan bahwa “Bolivia adalah milik Kristus”. Tujuannya adalah untuk membubarkan kepemimpinan orang-orang pribumi [Indian] di Bolivia.
Pendukung Camacho antara lain adalah Branko Marinkovich, orang kaya raya yang juga berpaham Kristen fundamentalis. Marinkovich adalah “korban” nasionalisasi tambang & tanah yang dilakukan Morales. Umat Islam yang rahmatan lil alamin tentu saja menolak paham kekerasan ala Wahabi/takfiri, sebagaimana kaum Kristiani yang berpegang pada ajaran kasih Yesus pasti tidak sepakat dengan kelompok “ultra kanan” ala Bolivia ini.
Terakhir, menarik untuk dicermati: kelompok Kristen fundamentalis biasanya sangat fanatik pada Israel (atas dasar keyakinan teologis), sebaliknya, Evo Morales secara terang-terangan pro Palestina dan menyatakan bahwa Israel adalah “negara teroris”. Sementara itu, pemerintah Suriah (Assad) adalah satu-satunya negara Arab yang tersisa, yang masih konsisten melawan Israel. Sebaliknya, “jihadis” di Suriah [meski simpatisannya di Indonesia selalu mengklaim pro-Palestina] mendapatkan bantuan dana dan senjata dari Israel; dan yang terluka pun dirawat di rumah sakit di Israel –sudah tahu kan, Israel dan Suriah itu berbatasan darat. [2]
[1] https://www.peoplesworld.org/article/bolivia-coup-against-morales-opens-opportunity-for-multinational-mining-companies/
[2] https://foreignpolicy.com/2018/09/06/in-secret-program-israel-armed-and-funded-rebel-groups-in-southern-syria/
Kredit : Dina Sulaiman