Beliau dahulu merupakan pengemudi ojek pangkalan di kawasan Jakarta Selatan. Kebetulan, kantor perusahaan Go-Jek saat pertama kali berdiri, berada dekat dengan tempat Beliau menunggu penumpang di ojek pangkalan.
Saat itu, salah seorang rekan Beliau memberi informasi bahwa ada perusahaan baru yang bisa memberinya banyak penumpang tanpa harus berputar-putar mencarinya.
Mulyono masuk saat Go-Jek ada di Jalan Kerinci (dekat Pasar Mayestik). Beliau masuk Agustus 2010. Go-Jek saat itu berawal dari garasi mobil. Kantor Go-Jek saat itu berukuran 5 kali 7 meter.
Satu minggu kemudian, Nadiem Makarim (Chief Executive Officer [CEO] Go-jek) memanggil Mulyono. Waktu itu Nadiem Makarim masih muda dan masih kuliah. Setelah terjadi kesepakatan, Mulyono diberikan jaket seragam. Saat itu warnanya belum hijau, tetapi masih abu-abu.
(Mulyono menunjukkan seragam lama Go-Jek di gawai milik Beliau. Kredit gambar: Septian Farhan Nurhuda, 100kpj)[2]
Sejak bergabung pada tahun 2010, Mulyono mengaku telah mendapatkan banyak pengalaman saat menjadi pengemudi ojek daring. Di antara pengalaman yang berkesan baginya adalah pernah ditipu pelanggan hingga perseteruan dengan ojek pangkalan.
Di awal munculnya Go-Jek, mendapatkan penumpang tak semudah seperti sekarang ini. Saat itu Mulyono masih mengandalkan call center Go-Jek yang akan menghubunginya jika ada penumpang yang hendak diantar.
Bila pengemudi bilang bisa, call center menghubungi menggunakan SMS berisi rumah dan nama pelanggan lengkap. Saat sudah selesai, pengemudi melapor.
Di awal kemunculan Go-Jek, rata-rata penumpang merupakan warga negara asing. Beberapa bahkan sudah ada yang menjadi langganan Mulyono.
Tarif yang dulu dikenakan berkisar Rp 3.000 per kilometer, dengan sistem bagi hasil 35 persen untuk Go-Jek dan 65 persen untuk pengemudi. Dalam sepekan, pendapatan Mulyono dapat mencapai Rp 400.000 hingga Rp 500.000. Seiring perkembangan Go-Jek, tarif dinaikkan menjadi Rp 3.500 per kilometer dan ditambah Rp 5.000 bila jarak untuk penjemputan terlalu jauh.
Saat itu, ada seorang kolektor dari manajemen Go-Jek yang setiap pekan datang untuk mengambil komisi.
Mulyono mengatakan, saat ini memang ada penurunan dari sisi tarif bila dibandingkan dengan awal mula Go-Jek hadir. Salah satunya karena persaingan dengan perusahaan aplikasi lainnya.
Namun, Mulyono menilai, meski tarif turun, banyak hal positif telah ditingkatkan oleh manajemen Go-Jek. Semisal, saat ini pengemudi dapat melakukan cicilan sepeda motor, mobil, laptop, rumah, bahkan dapat mencicil untuk biaya umrah melalui Go-Jek.
Sembilan tahun berlalu, Mulyono masih menarik ojek daring hingga sekarang. Di kalangan pengemudi lain, Mulyono dijuluki “Driver 001”, mengacu pada kode pengendara yang dimilikinya.
Saking seniornya, Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintahan Gojek, Shinto Nugroho bahkan berkelakar, Nadiem Makarim akan cium tangan seandainya bertemu Mulyono, karena dialah sosok paling melegenda di perusahaan tersebut.
(Mulyono bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, saat menghadiri pelatihan keselamatan berkendara di ÆON Mall Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur. Kredit gambar: Nawir Arsyad Akbar, Tribun Jakarta)[3]
Untuk mewujudkan rasa syukur dan kagumnya bisa bekerja di Gojek, Mulyono memberi nama anak kelima yang baru berusia dua tahun, Nadiem Saputra. Nama ini mirip dengan nama Pendiri Gojek, Nadiem Makarim.
Beliau terobsesi dengan Nadiem Makarim yang memiliki pemikiran cemerlang.
Bahan Bacaan:
- Mengenal Mulyono, Driver Ojol Pertama di Indonesia Berjuluk ‘001’ – 100KPJ.com
- Mulyono, Pengemudi Pertama Gojek dengan Nomor Registrasi 001 – VIVA
- Berkenalan dengan Mulyono “Driver 001”, Pengemudi Pertama Go-Jek… Halaman all – Kompas.com
- Kisah “Driver 001” Go-Jek Saat Masih Andalkan “Call Center” untuk Dapat Penumpang – Kilaskementerian.kompas.com
- Kisah Mulyono Jadi ‘Driver 001’ Gojek: Diancam Golok Hingga Anak Diberi Nama Mirip Nadiem Makarim – Tribun Jakarta