Salah satu suku yang ada di MinangKabau adalah suku Jambak. Tidak jauh berbeda dengan sejarah suku-suku yang ada di Minangkabau, dimana termasuk sejarah tentang eksistensi suku Jambak yang berkembang disemua pelosok yang ada negeri ini. Perbedaan keberadaan suku Jambak di Minangkabau adalah kehadiran suku ini tidak berakar pada dua suku yang ada sebelumnya akan tetapi suku Jambak merupakan suku pengembara yang datang dari tanah Tiongkok. Kehadiran suku dari tanah seberang tersebut dan menyebar ke wilayah daratan Minangkabau. Mereka datang dengan seorang pimpinan raja perempuan yang bernama Hera Mong Campa (silahkan baca di : Mozaik Minang Wordpres).
Ada hal yang unik dan menarik pada suku Jambak, yakni sering terjadi atau acap kali terjadi jika suku jambak mengadakan perhelatan maka dapat dipastikan turun hujan. Hal ini diluar nalar kita, apabila melakukan pesta sering datang hujan. Konon menurut cerita yang turun temurun didengar adalah persumpahan ketika kemarau panjang yang melanda daerah atau perkampuangan suku Jambak. Sehingga memohon pada Tuhan agar diturunkan hujan pada saat butuh air dan kebetulan waktu itu mereka sangat butuh air karena akan melaksanakan pesta/perhelatan.
Sumber lain mengatakan ada cerita tentang keunikan itu, yakni sebuah cerita sebagai berikut :
Pada masa dahulu di Kampung Jambak ada sebuah rumah yang bersuku Jambak sedang baralek/bialek. Banyak ibu-ibu memasak lamang di samping rumah orang yang sedang baralek itu. Sanak saudara serta karib kerabatnya berdatangan untuk melihat kedua mempelai. Anak daro dan marahpulainya sudah duduk bersanding di pelaminan.
Pada waktu itu, cuaca sangat panas sekali. Seorang kakek-kakek tua berjalan dengan tergopoh-gopoh dengan bantuan tongkat kayunya. Kelihatan dari jauh orang tua itu sangat lelah sekali seperti dari perjalanan yang sangat jauh dengan hanya berjalan kaki. Melihat ada orang yang sedang baralek itu, ia tersenyum dan mendatangi rumah orang tersebut. Dengan pakaian yang kumuh itu ia menyapa orang-orang di sana. Orang-orang merasa jijik akan kehadirannya sehingga mereka berkata-kata bahwa orang tua itu sangat kotor. Banyak orang-orang berhenti makan dan tak jadi mencicipi hidangan yang telah disediakan itu karena merasa terganggu dengan bau tak sedap dari tubuh sang kakek. Salah seorang dari mereka mengadukan hal itu pada tuan rumah. Tuan rumah merasa malu dan mendatangi sang kakek. Ia lalu bertanya pada sang kakek itu, “Nak manga Angguik ka siko?” (Mau apa Kakek ke sini?). Kakek itu menjawab, “Ka mintak aia, hauih bana aso e.” (Mau minta minum, haus sekali rasanya).
Orang-orang mulai “mengata-ngatai” kakek itu. Mereka berbicara macam-macam yang tak enak didengar. Tuan rumah makin malu sehingga ia menghardik sang kakek. Sang kakek merasa sedih dan pergi meninggalkan rumah itu. Di perjalanan ia tak henti menangis merasa sedih karena merasa telah dihina.
Kakek tua tersebut berkata, “Hujanlah ari baa nyo, bia hujan-hujan urang tu baralek. Sadangan Tuhan jo indak sampilik maagiah aia do, sabanyak tu aia diturunan e dari langik, iko urang tu sampilik bana, minta aia sacawan waden nyo, cimeeh nan dapek.” (Hujanlah hari bagaimana ya, biar hujan-hujan orang itu kenduri. Sedangkan Tuhan saja tak pelit memberikan air, sebanyak itu air diturunkan-Nya dari langit, ini orang pelit sekali, mintak air secangkir saja malah ejekan yang didapat).
Setelah berkata seperti itu, tiba-tiba langit menjadi gelap dan seketika itu turun hujan dengan lebat. Orang-orang di acara baralek itu menjadi panik, mereka meyakini bahwa kakek tadilah yang telah mengutuk mereka dengan turunnya hujan ketika mereka sedang baralek. Mereka pun mencoba mencari sang kakek, namun sayang mereka tidak menemukan kakek itu lagi. Sejak saat itu setiap keturunan mereka yang bersuku Jambak menikah/baralek selalu turun hujan.
Mungkin ada di atara pembaca yang mendengar legenda ini dari tetua, sewaktu masih kanak-kanak. Cerita ini mungkin saja dapat diklasifikasikan sebagai cerita prosa rakyat, legenda ataupun folklor, Cerita ini menurut tuturan dari mulut ke mulut dipercayai oleh masyarakat dan dianggap benar-benar terjadi. Sebagai bukti mereka yang bersuku jambak ketika mengadakan pesta pernikahan atau baralek sangat sering turun hujan.
Wallahu a’lam bish-shawabi ( والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ )
Baca juga:
13 Tempat Wisata Di Pesisir Selatan
Sumber :
www.netralnews.com/news/rsn/read/92178/inilah-kisah-suku-jambak-di-minangkabau
kumpulanceritaprosarakyat.blogspot.com/2017/12/kutukan-di-kampung-jambak.html
mozaikminang.wordpress.com/2009/10/15/sejarah-turunan-suku-jambak-di-minangkabau/